Senin, 17 September 2012

Aku Tak Pernah Kau Anggap

-->
Beberapa bulan yang lalu aku merasakan lagi bagaimana indahnya jatuh cinta itu. Cinta, cinta, dan cinta entah mengapa satu kata itu seringkali diucapkan oleh orang-orang. Mulai dari yang dewasa sampai ke anak kecil sekalipun.

“Jatuh cinta? Siap-siap aja ya”, begitu kritik temanku saat aku menceritakan tentang hatiku yang berbunga-bunga.

“Kenapa emangnya?”, aku yang kali pertama merasakan jatuh cinta rasanya masih awam akan hal ini.

“Jatuh cinta itu patah hati yang tertunda neng, tapi itu menurutku sih, semoga enggak kejadian sama kamu ya. Kasihan kamu masih terlalu polos untuk mengenal pahitnya cinta”, rasa ibanya terlalu berlebihan bagiku.

Enam bulan aku menjalani jalinan kasih dan sayang yang lebih akrab dengan sebutan pacaran. Selama enam bulan itu aku mulai belajar mengerti cinta, tentang manisnya cinta bahkan pahitnya cinta pun telah kurasakan.

Aku tak menyangka hal ini dapat terjadi di awal perjalananku mengenal arti cinta. Enam bulan aku menjalin status dengannya namun empat bulan dia bersama yang lain pula selain aku.

“Aku enggak nyangka akan merasakan hal sesakit ini? Enggak nyangka kesetiaanku ternyata dibalas dengan pengkhianatan seperti ini”, aku menangis tersedu dalam pelukan sahabat setiaku.

“Semuanya memerlukan ujian, mungkin ini ujian pertamamu dalam mengenal cinta. Jangan sampai kamu terlarut dalam kekecewaanmu hingga akhirnya kamu memutuskan untuk membenci semua laki-laki di dunia ini”, nasihatnya begitu menyentuh hati.

“Enggaklah, aku enggak sejahat itu kok. Aku yakin pasti banyak lelaki yang bertabiat baik dan itu sudah pasti bukan dirinya”, aku menyeka air mata yang tak dapat dihentikan alirannya. Mengucur begitu saja seperti air terjun.

Rasa kecewa memenuhi jiwaku, meski dia telah datang padaku dan meminta maaf, aku sendiri sudah mengatakan ‘aku telah memaafkanmu’, namun rasanya sulit sekali bagi hati nurani menerima keadaan yang sebenarnya.

“Kenyataan memang pahit”, aku ingat benar bagaimana sahabatku menjelaskan kalimat itu. Aku masih tenggelam dalam lautan luka yang teramat dalam. Bagiku pengkhianatan ini sulit termaafkan, entah kapan aku benar-benar mampu bangkit dalam kehampaan ini. Aku merasa dialah separuh jiwaku, aku tanpanya seperti butiran debu yang tak berarti apa-apa. Meski kenyataannya dia tidak pernah menganggapku apa-apa.


RUMOR - BUTIRAN DEBU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar