Jumat, 20 November 2015

Ada kalanya

Banyak orang membicarakan cinta, sebenarnya seperti apakah cinta itu?
Jantung berdebar ketika berada di dekat seseorang, mungkinkah itu cinta?
Jantung berdebar hanya karena mendengar kabar tentangnya, seperti itukah cinta?
Selalu memperjuangkan sesuatu dan berusaha terlihat sempurna, itukah cinta?
atau seperti apa?

Ada kalanya aku teringat dia dengan segala perilaku konyolnya dan hal itu membuatku tersenyum sendiri, terkadang berharap dia hadir di waktu yang tepat, waktu di mana aku sedang merasa bosan dengan segala aktivitas.
Ada kalanya aku teringat dia dengan segala nasihatnya, kalimat-kalimat tegas yang diucapkannya. Mengatakan tidak untuk hal yang tidak sejalan dengan pemikirannya.
Ada kalanya aku teringat dia yang bahagia ketika menemukan kesalahan kecilku, seperti memarahiku adalah hobi terselubungnya.
Ada kalanya aku teringat dia yang tersenyum cerah meski sebenarnya dia memiliki seribu beban yang sedang dipikulnya.
Dan ternyata aku sadar, banyak hal yang membuatku selalu berpikir "ada kalanya aku teringat dia".

Jadi seperti apakah cinta? Apakah itu dapat disebut cinta? Atau itu hanya ilusi dari diri yang belum mampu menafsirkan arti cinta? Entahlah.

Gambaran Rindu

Seperti apakah gambaran rindu?
Apakah seperti burung-burung yang berkicau?
Apakah seperti bulir-bulir air yang membeku?
Atau seperti serpihan-serpihan rindu yang menyatu?
Menyatu menjadi satu ingatan selalu di setiap waktu

Apakah aku sedang merindu?
Atau aku hanya teringat bayangmu tanpa merindu?
Seperti apakah gambaran rindu itu?
Mungkinkah aku sedang merindu?

Kamis, 30 Juli 2015

Kamu Enggak Tahu Rasanya

"Berpisah denganmu, membuatku semakin mengerti" - Selamat Jalan Kekasih

Aku ingat saat kau pergi. Tidak. Tepatnya kita berpisah untuk meraih cita-cita masing-masing. Apa yang kau rasakan dulu saat kenyataan menuliskan kita harus berpisah? Apa kau sama kacaunya denganku? Saat kita berpisah aku kehilangan beberapa keping puzzle bersama dengan hilangnya kamu dari sudut pandangku. Kau terasa begitu jauh, jauh, dan semakin jauh. Namun, aku tak berhenti berkhayal untuk mendapat sapaan darimu walaupun itu hanya seucap "hai". Ya aku menunggunya saat-saat itu, walaupun nyatanya kau tak pernah melakukannya, namun aku masih melakukannya.

Kau datang. Tidak. Tepatnya kita bertemu kembali, kau seolah membawa keping puzzle yang dulu pernah kau bawa pergi. Namun, kau tidak membawa semuanya, ada kepingan puzzle yang sengaja kau buang. Aku memang hanya menduga-duga, tapi aku yakin kau memang membuangnya.

Kuhela nafas panjangku saat ku duduk di sampingmu, entah engkau menyadarinya atau tidak. Aku lelah berdiam lama tanpa kata di sampingmu. Aku ingin membicarakan banyak hal, namun aku tak sanggup untuk memulai. Aku ingin bertanya banyak hal tentang kehidupanmu, namun ketakutanku menguasai diri.

Teriakku pada alam bebas saat kau bermain di dekatku seperti isyarat dariku kalau aku membenci hal kaku yang terjadi di antara kita, tapi aku pun yakin kau tak pernah mengerti itu.

Ah iya, senyuman itu. Kita sama-sama tersenyum dalam satu frame yang sama, namun kini kita telah berbeda bukan? Aku tak lagi ada di dalam hidupmu, aku terlalu jauh untuk menyentuh kehidupanmu. Aku memang bukan apa-apa dan tak akan menjadi siapa-siapa di kehidupanmu.

Ah, banyak hal yang terjadi di kedatanganmu kali ini. Kau membuat segalanya berantakan. Baiklah, ini memang bukan salahmu. Sepenuhnya ini salahku. Salahku yang masih saja memikirkanmu. Silakan kau tertawa sepuasmu, aku memang pantas untuk kau tertawakan. Ini sungguh menggelikan bukan?

Bahkan untuk membencimu saja aku tak mampu ketika kau telah susah payah menyetting dirimu dengan apik agar aku membencimu.

Dan satu hal yang perlu kamu tahu, kamu enggak akan pernah tahu bagaimana rasanya karena kamu tak pernah menjadi diriku. Aku tak peduli kau mencaciku atau apa atas sikapku karena kau tak pernah benar-benar mengetahui apa yang kurasakan.

Jumat, 24 Juli 2015

Sepenggal Wacana Untukmu

Hai..
Apa kabar? Akhirnya kata itu hanya dapat tersangkut di benak saja, tak sedikit pun aku berani untuk menanyakannya langsung padamu.

"Aitakute", begitu tulisku waktu itu. Aku tahu kata itu dari sebuah lagu berbahasa Jepang yang merupakan original soundtrack Itazura Na Kiss, kalau tidak salah sih artinya Ingin bertemu kamu. Saat itu memang ada keinginan untuk bertemu denganmu, mendengar suaramu, melihat tawa renyahmu, dan memandangimu sepuasku. Haha.

Lalu takdir menjawab kita bertemu kembali pada satu pertemuan yang tak pernah kusangka kau akan menghadirinya. Ada rasa kebahagiaan kecil saat melihat hadirmu kembali, namun rasa bingung juga menyelimutiku mengingat sebelum ini aku merasa kesal dengan banyak hal tentangmu.

Ah. Sebenarnya aku malas membahas tentangmu karena itu sama saja menceritakan sisi lain diriku yang tak ku suka, sisi lain kepengecutanku. Aku membencinya karena aku tak bisa sepenuhnya jujur padamu. Tapi begini, tahukah kamu dalam pertemuan itu otakku tak berhenti memutar untuk berpikir?

Aku memikirkan bisakah aku dan kamu dapat seperti dahulu, tertawa riang dengan canda tawa secara lepas layaknya dua orang sahabat?
Aku memikirkan bagaimana membuat percakapan denganmu lagi?
Aku memikirkan akankah selamanya kita seperti ini, tak saling menyapa dan bertingkah tidak mengenal satu sama lain baik itu dalam dunia maya maupun nyata?
Aku memikirkan banyak hal saat iti, apakah kamu juga?

Aku merasa iri. Ya aku iri. Aku melihatmu dapat mudah berbincang dengannya, membicarakan banyak hal dengannya, dan bersikap akrab dengannya, namun mengapa tidak denganku?

"Lu aja enggak pernah mulai", ini yang ada dalam benakku. Tahukah kamu perlu waktu untuk mengumpulkan keberanianku saat aku akan mengeluarkan sebuah kalimat tertuju padamu? Sadarkah akan hal itu? Dengan usahaku yang menurutku keras, aku justru seperti tak mendapat timbal balik. Kau bisa bebas seperti burung terbang di udara ketika bercerita dengannya, namun tidak denganku.

Ah sorot mata itu, kau begitu antusias mendengar setiap kalimat yang keluar darinya, kau begitu antusias melihat tingkah lakunya, pokoknya saat itu kau begitu antusias saat bertukar cerita dengannya.

Aku hanya ingin kau bisa bertingkah seperti kau yang dulu dalam memperlakukanku sebagai teman, apakah kau tidak bisa? Kita pernah berteman akrab, namun tak sedikit pun terlihat dalam pertemuan itu kalau kita pernah berteman akrab.

Aku cukup mengerti dengan ungkapan "semua orang dapat berubah bahkan dalam hitungan detik", namun aku masih tak dapat memercayainya. Karena kau terlihat hanya berlaku dingin dan seperti tak peduli kepadaku. Benarkah demikian? Atau itu hanya prasangkaku saja?

Sungguh aku tak mengerti, aku tak paham, ah aku benar-benar tidak mengetahuinya. Jujur, kalau saja aku dapat mengucapkannya langsung, aku hanya ingin memohon dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya atas kesalahanku pada masa lampau. Aku juga mau mengucapkan terima kasih padamu karena kau telah mengajarkanku begitu banyak macam pelajaran emosional dalam kehidupanku baik secara langsung maupun tidak langsung.

Aku banyak belajar darimu, terima kasih pernah ada dan membuat warna di kehidupanku. Semoga kau bahagia bersama dunia barumu.

Baiklah, ini hanyalah sepenggal cerita untukmu dari aku yang sulit untuk jujur mengatakan apa yang kurasakan padamu.

Kamis, 23 Juli 2015

Sebut Saja Dia

Dia
Dia itu istimewa
Dia bukan siapa-siapa, tapi dia dapat membuat senyum bahagia
Dia itu hanya sesosok manusia
Manusia yang sering berbuat salah
Namun tak jarang membuat merekah

Dia
Kupetik berbagai pelajaran darinya
Memahami setiap perjalanan hidupnya
Berusaha ingin tahu apa yang dipikirkannya
Namun dia hanyalah dia

Dia
Tidak akan pernah berubah menjadi aku atau pun kamu
Dia menuruti semua inginnya
Bekerja keras untuk mendapatkan citanya

Dia
Adalah seseorang yang mengagumkan
Menyenangkan dapat mengenal seseorang sepertinya

Dia
Sebut saja dia
Dia yang tak sempurna dan tak pernah berusaha menjadi sempurna
Sampai kapan pun dia akan menjadi dia
Dan aku akan menjadi seseorang yang mengaguminya

Jumat, 17 Juli 2015

Throwback

Selamat hari Raya Idul Fitri. Semoga bulan ini dan bulan berikutnya semakin berkah. Aamiin.

Lebaran tuh identik sama semua orang pada mudik, semua warung pada tutup, di pasar enggak ada yang jualan kecuali tukang bakso. Kalau lagi lebaran tuh biasanya sukah susah cari pulsa, ini di daerah gue doang atau semua daerah ya?

Kemarin temen gue nyari pulsa kan, terus nanya ke gue yang emang bapaknya tukang pulsa, eh ternyata enggak ada kan. Gue jadi inget perjuangan gue mencari pulsa saat lebaran 4 atau 5 tahun lalu. Ahaha kalau diingat-ingat lagi itu konyol banget, cari pulsa buat bales permintaan maaf dari seseorang yang enggak tau siapa dan niatnya mau nanya "oh iya kalau boleh tau ini nomer siapa?" haha konyol. Waktu itu gue masih pake CDMA yang dipake sama hampir semua kalangan.

"Ma, aku cari pulsa dulu ya ke depan", nah aku sampai pamit ke mama. Lalu gue susuri sepanjang jalan yang gue tahu, gue samperin di mana aja titik counter pulsa berada, alhasil nihil yang kudapat. Semua counter pulsa tutup, ah enggak bisa bales itu sms, penasaran banget padahal. Saat itu gue bermain dengan harapanku, gue berharap seseorang yang sms itu adalah orang yang selama ini aku tunggu kabarnya, tapi logikaku mengatakan mana mungkin. Itulah alasannya mengapa gue perlu pulsa banget buat pembuktian mana yang benar logika atau harapan. Hehe.

Akhirnya gue bisa isi pulsa di H+2, pas gue bales smsnya eh ternyata enggak dibales lagi. Akhirnya gue beranikan diri untuk telepon setelah mengumpulkan semua keberanian yang gue punya, jeng jeng... nomernya sudah tidak dipakai lagi, ah kan bikin kepo. Setahun kemudian baru gue tahu kalau ternyata emang dia yang sms, makin nyesel enggak sih?

Sekarang gimana? Haha sekarang gue makin enggak tau kabar anak yang satu itu, semoga dia hidup bahagia aja deh bersama kehidupan yang dijalaninya. Semoga dia sukses dan dilancarkan dalam segala urusannya. Aamiin.

Dia siapa sih? Spesial banget kayanya. Emm.. Dia itu cuma teman waktu masih muda dulu, anaknya baik dan lucu.

Tada, Kimi o Aishiteru

Hai...
Gue mau nulis apa ya?? Mending review film atau cerita ya? Haha

Oke, selamat hari raya Idul Fitri dulu ya...
Hari ini gue enggak ke mana-mana, akhirnya nonton aja deh di rumah. Gue nonton film jepang yang judulnya Tada, Kimi O Aishiteru. Gue mau ceritain deh sedikit, anggep aja review ala-ala gue hehe.

Nama tokohnya ada Shizuru, cewek yang dibilang sama pemeran laki-lakinya sebagai si pembohong. Dia berkacamata, suka pake outer yang enggak kekinian banget (walaupun filmnya tahun 2006), rambutnya pendek dan terkesan agak acak-acakan, sama dia berkacamata. Dia kaya anak kecil gitu, emang di ceritanya itu dia agak lamban pertumbuhannya. Terus tokoh cowoknya bernama Segawa, dia itu enggak suka keramaian karena suatu alasan dan suka fotografi.

Shizuru suka sama Segawa, akhirnya emang Segawa suka juga sama Shizuru, tapi waktu awal masuk kuliah dia suka sama Miyuki. Cewek yang disukanya itu sempet bikin Shizuru merasa cemburu. Oh iya, Shizuru ini belajar fotografi dari Segawa dan akhirnya menjadi seorang fotografer setelah menjadi asisten fotografer.

Seru enggak sih? Menurut gue sih seru, buat yang suka nonton film bergenre romance enggak ada salahnya sih nonton film ini. Udah ah segitu aja review-nya.

Alasan Segawa enggak suka keramaian apa ya? Shizuru bohongin apa sih? Tonton aja deh, kalau gue karena emang tipe orang yang cengeng kalau nonton yang agak melankolis, akhirnya netes juga deh air mata walaupun cuma setetes dua tetes.

Mati karena jatuh cinta, itu satu klu dari film ini.

Minggu, 12 Juli 2015

Bring Back Memories



Well, let me tell about my story. Ah I think I couldn't forget this place. A place where I met my childhood friends. We known each other, shared our experience, and did many crazy things in there.

I studied around eight years ago in this place. Sometimes I want to forget all about the memories in this place, but I realized I can't do that. Sometimes I won't meet people whom I met in this place again, but I thought I can't. I don't know why, when I think that I don't want to join at event with them, finally I came that event.

Yesterday I met them again, nothing special I felt (in my opinion). We all were in the same place, but we had our personally direction. There were some people who talked about their schedule, the other guys were busy with their activity, like playing their gadget, selfie or groufie everywhere, and I felt I'm lonely in the crowded place. How pitiful I am!

I hope next event the committees will make agenda to gather us, make us more closer, play together, and do many things without gadget between us. Ohaha I think too difficult to do that, without gadget between us is impossible, right? how if we can hold gadget, but we keep focus in agenda that committees arrange? So, we can still communicate with other person without bother the agenda of reonion. That's all my hope.

My another opinion, I'm so happy to know you guys, to grow with you, and I do miss every moment when we were at elementary school. Thanks for make my life was colourfull.

Rabu, 08 Juli 2015

Kesan Itazura Na Kiss (suka suka gue)

Ah gue enggak mau terlalu kaku deh dalam mengelola blog, gue pernah punya plan ini itu buat mengelola blog eh ujungnya gue tinggalin lagi. Hikslah.

Well, kali ini gue mau bahas tentang drama yang baru selesai gue tonton. Terserah pada mau bilang gue kuper atau apalah karena gue sama sekali enggak kekinian, gimana mau dibilang kekinian coba, film tahun 2013 sama 2014 baru gue tonton di 2015.

Ah, yang jelas gue suka banget sama cerita dan pemain itazura na kiss, terlepas dari apa pun itu. Biarpun banyak yang bilang kurang greget, lebih bagus versi yang lain, atau apalah apalah lainnya tetap aja gue masih kesemsem sama peran Naoki dan Kotoko.

Hem, enggak mungkin kan cuma gue yang berharap sosok Naoki jadi future husband? Hehe. Kalo couple versi Indonesia yg so sweet banget ada Bintang sama Bastian di Tetangga Masa Gitu, nah Naoki sama Kotoko ini berhasil bikin mengkhayal tingkat dewa soal future husband.

Tapi gue cukup setuju sih sama yang beropini kalau di akhir cerita terkesan terburu-buru gitu, padahal masih mau lihat gimana Kotoko hadapin kehamilannya, pasti Naoki bakal tambah sayang kan nah itu bikin mengkhayal sendiri jadinya lantaran enggak diceritain mendetail. Enggak heran sih sebenernya dan emang harusnya enggak terlalu berharap banyak karena manga cerita aslinya pun enggak selesai kan karena penulisnya sudah meninggal ketika karyanya belum selesai.

Yaudahlah, intinya gue suka banget sama jalan cerita yang sederhana, tapi menarik dari itazura na kiss. Sampai-sampai gue mau nonton dari semua versi buat compare versi mana yang lebih baik. Saat ini gue baru nonton full versi Jepang yg remake terbaru, niatnya abis ini mau nonton versi anime, terus versi Korea, penasaran juga sih sama versi Jepang yg tahun 1996 sama versi Taiwan. Ah ini kenapa lebay banget yak. Haha, enggak apa-apalah hitung-hitung sekalian belajar mendengarkan dialek Jepang, Korea, dan mandarin. Ah ketiga bahasa itu sulit sekali dipilih salah satu untuk dijadikan fokus bahasa baru yg mau gue pelajarin.

Kalian ada ide? Or something advice buat gue, menurut kalian yang baca blog apalah ini lebih baik gue pilih bahasa yang mana? Aku bingung dan tak ada tempat untukku bertumpu. Hemm...

Kan, apa yang gue tulis di blog ujungnya jadi enggak jelas banget. Enggak usah dibaca ya daripada kesel dan nyesel kan. Papoy

Selasa, 10 Maret 2015

Kamu, Iya Kamu

Setelah sekian lama aku menunggu waktu seperti ini, namun ketika tiba saatnya justru aku sendiri yang membuat kesempatan itu menjadi percuma. Aku terlalu terkejut dengan kehadiranmu yang tiba-tiba di depan mataku. Aku tak berkutik, hanya dapat mematung melihat parasmu yang lama tak kulihat. Aku terdiam, kemudian semua memori tentangmu kembali berputar di kepala ini setelah sekian lama menghilang.

Bang, dengan jujur aku menyampaikan pesan ini. Aku merindukanmu. Maaf aku sangat berlebihan hari ini. Semoga kau tak melihat tingkahku yang jauh dari normal ini. Maafkan aku merindukanmu sampai seperti ini. Aku terlalu bahagia atas hadiah itu.

Sabtu, 28 Februari 2015

Untukmu

Hei kamu, iya kamu, benar itu dirimu, aku ingin berbicara sesuatu denganmu. Maaf, mungkin ini agak serius, tapi ini hanya akan kusampaikan satu kali.

Pernahkah kau tahu bahwa aku pernah menaruh perhatian lebih padamu?
Pernahkah kau sadar bahwa aku selalu bahagia kerap kali mendengarkan ocehan ocehan lugumu?
Pernahkah kau memperhatikanku yang selalu tersenyum setiap kali berada di dekatmu?
Aku yakin kau menyadari semua itu, sisi lainku beranggapan kalau kau telah lama mengetahui hal-hal yang kupertanyakan karena beberapa kali kau mengatakan padaku "lu seneng kan ada gue di sini?", lalu aku akan menjawab "tidak, janganlah terlalu percaya diri". Percayakah kalau kalimat itu hanya tersangkut di bibir dan tidak sampai di lubuk hati? Karena lubuk hatiku justru mengatakan sebaliknya.

Kemudian hari-hariku dipenuhi bunga-bunga olehmu. Kau membuatku merasa begitu berarti, membuatku tak lagi merasa kesepian di tengah keramaian. Ah apakah namanya perasaan seperti ini? Mungkinkah ini cinta? Atau hanya sekadar suka? Atau sebenarnya aku semakin penasaran dengan kepribadianmu? Entahlah. Aku memilih untuk let it flow, membiarkan waktu yang menjawab semuanya.

Kita bertemu lagi saat sedang olahraga, berharap aku dapat menguruskan badanku yang gempal ini dan bisa semakin dekat denganmu tentunya. Aku memang ngelunjak, maaf ya. Lalu salah satu sahabat kita mengatakan bahwa selama ini kau telah memiliki tambatan hati. Kau menutupi semua fakta ini, bahkan ketika kutanya langsung padamu kau mengatakan kalau dirimu masih sendiri. Lariku melemah saat itu. Apakah kau sadar? Seketika perutku sakit, kakiku lemas. Apakah kau sadar?

Tahukah kau mengapa aku berbuat seperti itu padamu? Coba jelaskan padaku bila kau mengerti. Hah, nampaknya kau bahkan tak peduli dengan apa yang terjadi padaku saat itu karena aku yakin yang ada di pikiranmu adalah "we are just friend, best friend".

"ciyeee", dengan berat hati aku mengatakan hal itu padamu. Aku tak ingin terlihat berubah di depanmu, aku pun mencoba mengontrol perasaanku. Memang tidak seharusnya aku memiliki rasa lebih because we're just friend and I know it.

Aku mencoba mencairkan suasana, melawan keras dengan apa yang kupikirkan meski ada sedikit usikan yang kurasa. Kau hanya tersenyum, namun senyummu saat itu sungguh menyayat. Senyummu mematikan, sepertinya itu bukanlah senyum yang ingin kulihat.

Oh baiklah... Aku sudah mengerti, ini cara Yang Berkuasa untuk memberitahu kepadaku bahwa kau bukanlah seseorang yang harus kuperjuangkan.

Aku menyerah sebelum berperang karena aku tak memiliki senjata. Aku berjuang untuk meyakinkan hatiku sendiri bahwa ini bukan cinta, ini hanyalah rasa sesaat yang terus hilang. Aku mencoba menghentikan langkahku, mengambil sikap untuk menjauh beberapa waktu darimu.

Apakah kau tahu semua itu? Bisakah kau merasakannya?

Minggu, 08 Februari 2015

Tentang privasi

"Gue berhak enggak menjawab dari pertanyaan lu kan?", itu kata seorang anak berumur 19 tahun waktu itu, dia temanku.

Sepertinya aku harus mulai menerapkannya. Ah entah gue yang terlalu kepo atau apa ya. Hari ini ada orang yang tiba-tiba nyapa gue dan menceritakan sesuatu, lalu ketika kutanya dia malah menjawab "ah enggak ah". Aku berpikir, "lho, ini orang niat cerita atau enggak sih, kenapa harus buat orang lain penasaran dengan cerita setengah-setengahnya?". Aku juga jadi berpikir mungkin dia belum sepenuhnya percaya padaku, karena aku pun sadar kepercayaan itu mahal harganya.

Throwback ke percakapan beberapa hari lalu. Dia (orang yang cerita) mengatakan seperti ini "kok lu enggak pernah cerita ke gue? Kan kita temen curhat", emm mungkin jawabannya adalah aku belum bisa cerita karena dia juga belum sepenuhnya memercayaiku. Ah tapi itu kan hanya perspektifku saja, mungkin dia punya alasan lain.

Hari ini aku sadar, mungkin dia termasuk orang yg memilih untuk tidak menjawab pertanyaan dariku karena sifatnya yang terlalu pribadi. Baiklah aku mencoba untuk menghargai privasi itu.

Satu pelajaran hari ini:
Enggak perlu terlalu kepo untuk masalah orang lain, karena orang itu belum tentu mau menceritakan masalah pribadinya. Toh, kalau dia percaya pendengarnya bisa memberikan solusi terbaik dia juga akan cerita.

Sabtu, 07 Februari 2015

Mulutmu Harimaumu

Aku lupa pernah nulis ini atau belum. Semoga saja belum.

Aku teringat seseorang yang menjadi bagian cerita sehari-hariku beberapa tahun silam. Kalau perhitungan tahun, aku sudah mengenalnya selama kurang lebih 13 tahun. Lama juga ya? Baru sadar. Iya dia temanku sejak kami masih SD, ah sebut saja SD meski aku bukan bersekolah di SD.

Apa yang akan kuceritakan? Apa yang kuingat darinya? Memori tentangnya seolah kembali menyergapku secara bersamaan. Selalu seperti ini setiap kali liburan. Ku kira sudah sepenuhnya aku melupakan dia, nyatanya? Pada kenyataannya aku sadar yang namanya kenangan tidak bisa dibuang seperti sampah begitu saja. Kenangan selalu melekat menemani perjalanan menuju masa depan.

Sudah-sudah, sepertinya aku terlalu lama basa-basi, terlalu banyak intro, pokoknya sungguh terlalu.

Well, kalian percaya enggak dengan kalimat "mulutmu harimaumu"? Sepertinya aku telah merasakan itu. Hemm... Aku ingat betula bagaimana aku menolak setiap kali orang-orang mengatakan bahwasanya aku dan dia adalah pasangan yang tidak terpisahkan, kemudian aku akan menjawab "dia bukan pasanganku, dia adalah musuhku. Kami musuh bebuyutan". Itu benar, waktu SD kelas 6 aku dan teman-teman sudah mulai memasang-masangkan anak laki-laki dan anak perempuan. Entahlah bercanda seperti ini teradaptasi dari mana.

"Ingat, aku dan dia adalah musuh. Musuh bebuyutan", percayalah terkadang orang berbicara tak sesuai dengan hatinya. Sebenarnya aku tak ingin menjadi musuh untuknya dan saat itu dia juga tidak pernah menganggapku sebagai musuh.

Bagaimana sekarang? Ya, sepertinya apa yang kuucapkan dulu benar-benar menjadi kenyataan. Sekarang kami tak pernah saling tegur sapa, saling berkomunikasi apalagi menanyakan kabar. Kami berdua sudah seperti orang asing satu sama lain. Membuang muka atau pura-pura tidak melihat ketika kami berpapasan, tidak ada senyum terlempar saat kedua pasang mata kami saling bertemu, ah jangankan berharap untuk ditanya kabar, untuk diberi senyum saja aku tak berani berharap.

Pertanyaan besar di benakku adalah "segitu bencinya dia padaku?". Andai dia tahu, tak pernah sedikit pun aku benar-benar membencinya. Tak pernah sedikit pun aku benar-benar menginginkan dia menjadi musuh bebuyutan dalam hidupku.

Siapa pun tolong beritahu dia, aku merindukannya untuk ke sekian kalinya. Aku rindu tertawa bersama dengannya, aku rindu akan senyum tulusnya, aku rindu akan keceriaannya, aku rindu semua yang ada pada dirinya. Dan yang terpenting adalah aku rindu menjadi temannya. Adakah dia tahu itu? Mungkinkah dia pernah memikirkan ini? Ah mana mungkin ya, dia kan sudah terlalu bahagia dengan kehidupannya yang sekarang. Mungkin namaku masuk ke dalam salah satu nama yang paling hindari.

Entahlah, aku tak paham. Aku hanya berharap suatu saat nanti kami menemukan titik balik, eh maksudnya titik temu yang membuat kami kembali berdamai dan kembali menjadi teman bahkan sahabat seperti dulu. Kalau pun tidak bisa, aku berharap tak ada lagi benci bahkan dendam di antara kita.

Percayalah sob, aku tak pernah benar-benar ingin kita menjadi musuh bebuyutan. Percayalah aku selalu tersenyum setiap kali mendengar kabar bahwa kau bahagia hari ini :)

Pelajaran buat gue:
Jangan ngomong sembarangan apalagi buat hal-hal negatif, karena mulutmu harimaumu, karena omongan adalah doa, dan karena semesta seolah mendukung apa yang dipikirkan bahkan dikatakan.

Selasa, 03 Februari 2015

Masih Mengeluh?

Akhir-akhir ini banyak hal yang tidak kusadari telah membuatku sadar apa yang telah kulakukan selama ini adalah sebuah kesalahan besar.

MENGELUH

Ya, itu adalah hal yang sering kali melekat di diri ini, kali ini aku menyadari tak ada gunanya mengeluh yang ada hanya menambah beban dan rasa malas saja.

Cerita-cerita yang kubaca dan ku dengar akhir-akhir ini membuatku menyadari sesuatu, bersyukur adalah hal yang seharusnya kulakukan sejak lama. Aku masihlah lebih beruntung dari mereka, tapi kenapa aku seolah menunjukkan kelemahanku dengan mengeluh? Seolah masalahku adalah masalah yang terberat yang dialami makhluk hidup. Nyatanya apa? Masalah yang singgah di hidupku belumlah apa-apa bila dibandingkan dengan masalah orang lain. Perjuangan yang selama ini kuanggap melelahkan bisa dikatakan hanyalah seujung kuku dari perjuangan manusia lain di luar sana.

Sekali lagi aku mengerti akan kalimat " Allah tidak akan memberi ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya". Ya dengan masalah sepele seperti ini saja terus menerus mengeluh bagaimana menghadapi masa depan yang pastinya akan ada masalah kehidupan yang lebih pelik lagi.

Untuk itu aku bertekad akan mengurangi keluhanku. Teringat akan sebuah kalimat dari seseorang, "enggak perlu mengeluh terua menerus, jalani saja terlebih dahulu. Saat kau yakin mampu menghadapinya maka semesta akan mendukung pikiran positif itu"

Terima kasih untuk kalian yang datang di kehidupanku, baik kenal secara langsung maupun tidak. Rupanya benar setiap orang di sekitar kehidupan kita memiliki porsinya masing-masing untuk memberikan pelajaran. So, I never regret to know you, thank you so much guys.

Jadi ingat tagline twitter seseorang "every one is teacher, every place is school" - BP

Senin, 26 Januari 2015

Mencoba Rela

Selalu ada wawasan baru setiap kali mendengarkan orang berbicara, selalu ada hal menarik yang dapat diambil sebagai pelajaran, dan selalu ada hal yang membuat kita sadar akan sesuatu yang selama ini bisa jadi tak pernah dilihat.

Aku pernah merasakan berjuang bersama orang-orang hebat dalam kurun waktu satu tahun, mereka semua orang hebat tanpa terkecuali. Kami dipertemukan dalam sebuah organisasi yang tidak dapat dikatakan kecil, sebuah organisasi yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya akan ada di dalam hidupku.

Pendidikan satu tahun yang kujalani bersama mereka membuatku banyak belajar dari hal kecil sampai hal yang besar. Dari mereka aku tahu cara menghargai orang lain, cara memahami karakter orang lain yang mungkin sulit untuk diubah, menerima kekurangan satu sama lain dan menutupinya dengan kelebihan masing-masing. Ah pokoknya begitu indah masa perjuangan itu, sampai suatu ketika mereka harus pergi satu persatu meninggalkan lingkaran itu.

Sempat diri ini berpikir untuk pergi menjauh juga, namun pada akhirnya aku memilih untuk bertahan karena masih ada yg memintaku untuk berjuang bersama dan aku tidak memiliki alasan yang kuat untuk pergi.

Sekarang aku sadar, kekeluargaan yang selama ini kita bangun masih kurang. Dariku sendiri aku masih sering memaksakan kehendak agar mereka tetap bertahan tanpa pernah melakukan pendekatan kepada mereka dan menanyakan apa sebenarnya alasan mereka. Akhirnya hari kemarin aku sadar, bahwa kekeluargaan seharusnya tidaklah memaksa mereka untuk bertahan, namun terus mendukung apa yang dicita-citakannya dan apa yang ingin mereka gapai. Sudah jelas mereka itu memiliki tujuan hidup, visi ke depan, kalau memang meninggalkan organisasi ini adalah pilihan yang terbaik dan memudahkan mereka dalam menggapai semua impiannya, lalu kenapa harus terus memaksa di sini?

"temen lu enggak akan biayain full kehidupan lu, sedekat apa pun lu dengannya"

"lu akan tetap bekerja dengan diri lu sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup lu, paling temen lu cuma kasih link dalam hal memudahkan lu mendapatkan pekerjaan"

"kalau kepuasan hati bisa di dapat di luar sana, kenapa tidak?"

"keluarlah dari zona nyaman lu dan fokuslah pada tujuan hidup lu"

Itu kalimat-kalimat yang membuatku sadar bahwa sesuatu yang dipaksa tidaklah lebih baik.

Kamis, 01 Januari 2015

Hemm...

Pernah enggak sih merasa berada di posisi serba salah?
Atau merasa berada di posisi yang tak dianggap?
Kalau pernah mau tanya deh lebih sakit berada di posisi mana?
Serba salah atau tak dianggap?
Atau sebenarnya kedua rasa tersebut tidak bisa dibandingkan?
Tolong siapa pun kamu, dari planet mana pun kamu berasal, bagi yang tahu jawaban akuratnya bantu aku....