Minggu, 10 Agustus 2014

Tragedi Menemukanmu

Aku sedang berjalan di koridor sekolah dengan terburu-buru. Seorang lelaki hampir paruh baya sedang menungguku di gerbang sekolah, beliau adalah ayahku. Ia membawakan kaos olahragaku yang tertinggal. Kesiangan yang membawa petaka.

Aku hampir tak dapat mengontrol kecepatan berjalanku, begitu pula saat menuruni tangga. Berjalan cepat setengah berlariku membawa kesialan baru. Kaki kiriku menginjak sepatu seorang gadis berkuncir kuda yang ada di depanku sampai ia terjatuh ke lantai.

"Semoga bukan kakak kelas", harapku dalam hati, sebagai anak baru masih ada rasa takut perlakuan kaka kelas di SMA ini seperti waktu SMP. Banyak kakak kelas yang mudah melabrak adik kelasnya, ah sudahlah itu bukan hal yang penting untuk dibahas.

"Maaf ya, aku enggak sengaja", ucapku ragu-ragu dan membantunya untuk kembali berdiri.
"Iya maafin juga ya kalau jalanku terlalu lambat", gadis itu sudah berdiri sejajar denganku.

"Anak kelas 10?", tanyanya. Aku sudah berpeluh rasa takut.

"I, iya", saking takutnya sampai tergagap.

"Kenapa jadi gitu? Aku juga kelas 10, kenalkan namaku Maya", dia mengulurkan telapak tangannya yang putih bersih.

"Aku Mona", perasaanku melega ketika tahu dia seangkatan denganku. Ah iya aku hampir saja lupa dengan tujuanku. Aku dan Maya berpisah di koridor bawah. Dia pergi ke arah koperasi sementara aku ke arah gerbang.

Setelah bertemu dengan ayahku aku segera kembali ke kelas, tak lupa berpamitan terlebih dahulu dengan ayah, lalu beliau mendoakanku dan berharap sifat lupa cepat menghilang. Semoga doamu terkabul, yah.

"Eh, kamu lagi", tegur gadis yang tidak sengaja kutabrak tadi.

"Wah ternyata kelas kita sebelahan ya", katanya.

Tiba waktu istirahat, aku berdiri di depan kelas sambil melihat ke arah lapangan di saat teman-temanku pergi ke kantin. Aku memang tak begitu tertarik dengan jajanan yang ada di sana. Gadis itu lagi, aku menghampirinya.

Kamu bertukar cerita hari itu. Ya ampun kalau diingat-ingat perkenalan awal kita sungguh seperti drama sinetron yang episodenya tidak habis-habis atau justru seperti cerita cinta instan di televisi.

"Lucu juga ya kita, kenalan gara-gara nginjek sepatu", kataku dan meminta maaf sekali lagi.

"Kalau enggak ada kejadian itu mungkin sampai sekarang kita belum saling kenal, kelasan kamu ansos gitu lagi", komentarnya.

"Ansos gimana?", tanyaku tak paham.

"Iya anti sosial banget kayanya sama kelas lain", aku baru tahu apa yang dipikirkan anak kelas lain tentang kelasku.

Aku dan Maya menjadi akrab dengan pembicaraan-pembicaraan kecil dan fakta yang kutahu ternyata dia satu SMP dengan sahabat lamaku. Sejak saat itu kami bersahabat, sering pergi bersama. Tidak hanya kami berdua saja, tetapi beberapa orang lainnya dari kelas yang berbeda hingga kami membentuk suatu komunitas bernama 'Sang Petualang' karena kami sering menjelajah ke tempat wisata ketika hari libur tiba.

Tulisan ini diikutkan dalam tantangan menulis @KampusFiksi #EhemKenalan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar